Terinspirasi dari sebuah awan. Saya berpikir tentang karateristiknya. Mirip seperti bumbu kehidupan kita ya? : )
Kehidupan ini seperti dinaungi oleh awan, di siang hari, setiap hari.
Kadang, awan yang tebal dan ringan membuat kita merasa teduh di bawah sinar matahari yang terik. Kadang juga, awan yang berat membuat suasana menjadi gelap, mendung. Awan ini mendatangkan hujan. Kadang lebat, kadang hanya gerimis kecil. Ada pula keadaan tanpa awan. Ketika awan-awan manis itu pergi entah kemana, mereka menghilang. Dan kau tau kawan, rasanya sangat panas! Terik matahari terasa sangat menyengat. Sedihnya hari tanpa awan.
Lalu, apa maksudnya kita membahas awan disini? Apa fakultas FMIPA kini tiba-tiba mengangkat jurusan meteorology menjadi anggota FMIPA? Haha.. tentu saja bukan. Penulis hanya ingin mengajak kita semua disini melihat hikmah dibalik awan.
Menarik rupanya, ketika hal ini dikaitkan dengan kehidupan kita. Ketika kita merasa banyak masalah yang menimpa. Awan itu bagaikan ujian yang datang.
Ketika tidak ada awan, tidak ada ujian. Bagaimana rasanya? Tak ada perubahan, tak ada perbaikan. Tak ada tantangan. Anda mau hidup yang begitu-begitu saja? Tentu kita akan merasa bosan. Layaknya berada di tengah gurun pasir. Selayang pandang hanya terlihat pasir. Tak ada variasi. Dan juga panas terik. Karena itu, kita butuh awan, kita butuh ujian.
Coba kita cermati. Ujian itu sama sekali bukanlah merupakan keburukan. Ketika ujian datang dengan ringan, kita bisa melewatinya dengan mudah. Ketika berhasil, kita merasa nyaman, bahagia. Ketika ujian datang dengan cukup besar, beban terasa berat. Tapi ketika kita berusaha melewatinya, apapun hasilnya nanti, berhasil atau tampak gagal, pada akhirnya kita akan merasakan kesejukan, kebebasan, kepuasan.
Dari ujian kita mendapatkan pelajaran lebih. Selayaknya seorang siswa (misal) SMP. Setiap tahun, atau semester, atau tengah semester, atau bahkan setiap selasai membahas 1 bab pelajaran, mereka akan mengalami ujian. Ujian itu ada untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mereka. Pandangan terhadap ujian itu akan berbeda bagi setiap jenjang. Bagi siswa kelas 2, pelajaran kelas 1 itu sudah menjadi mudah. Tapi bagi siswa kelas 1, pelajaran tersebut bisa saja masih asing, baru bertemu, masih susah.
Tapi bagaimana sikap kita dalam menghadapinya? Ketika menemui sesuatu yang baru, apakah kita akan kabur, lari dan tak berani menghadapinya? Akibatnya kita tidak bisa meneruskan jenjang kehidupan. Akibatnya kita tetap saja berada di level yang sama tanpa ada perbaikan.
Atau kita akan merasa tertantang? Mencoba menghadapinya dengan sekuat tenaga. Gagal atau berhasil bukan pencapaian yang utama. Tapi pengalaman menghadapi ujian dengan sekuat tenaga itu lebih berharga. Ketika kita gagal, ada pelajaran lebih yang bisa kita dapatkan. Ambil hikmah dibalik setiap kegagalan akan membuat kita lebih mantap dalam bertindak. Kegagalan bukan untuk disesali, tapi kegagalan ada untuk direnungi, diresapi dan diperbaiki.
Bermula dari awan hingga hujan (baca: ujian). Semoga kita bisa mengambil hikmah dibalik ini semua.
Komentar :
Posting Komentar